Co-Creation of New Urban Living: Menata Hidup Berkualitas di Tengah Perubahan Iklim

January 3, 2025

Page Banner

Ngomong-ngomong soal 2024, rasa-rasanya tahun ini dipenuhi oleh musim kemarau berkepanjangan yang luar biasa panas. Fenomena ini dibenarkan oleh data dari   yang menyatakan rata-rata temperatur bulan pada tahun 2024 lebih tinggi dari rata-rata suhu sejak 1991 (Arif, 2024). Anomali ini nampaknya terjadi karena adanya tumpang tindih beberapa faktor. Misalnya, dampak lanjutan dari El Nino yang berimbas khususnya pada pelepasan panas oleh air laut dan  dampak dari pemanasan global.

Fenomena Urban Heat Island (UHI)

Dulu, beberapa tahun lalu atau mungkin belasan tahun lalu, kita selalu mengira lokasi-lokasi di ujung bumi sebelah utara dan selatan merupakan lokasi es abadi. Tapi sekarang? Lokasi seperti kutub utara, puncak gunung Fuji, dan pegunungan Jayawijaya menunjukkan bahwa julukan “abadi” ternyata malah meleleh lebih cepat dari perkiraan.

Dampak lain yang terasa adalah adanya fenomena pulau panas urban atau urban heat island (UHI). Fenomena ini menjelaskan bahwa wilayah kota metropolitan memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya yang biasanya lebih rural. Ketika divisualisasikan, area ini akan nampak seperti pulau yang terbentuk karena adanya kontur suhu lebih tinggi (Siswanto et al., 2023).

Surface urban heat island (SUHI) di DKI Jakarta pada waktu yang berbeda. Gambar A menunjukkan SUHI pada siang hari sedangkan gambar B menunjukkan malam hari. SON = September-November, DFJ = Desember-Februari, MAM = Maret – Mei, JJA = Juni – Agustus (sumber: Siswanto et al., 2023)

UHI tercatat memberikan dampak negatif tidak hanya pada penurunan biodiversitas organisme (terlimitasi pada spesies yang tahan panas), namun juga kesehatan manusia khususnya lansia (Cabon et al., 2024; Cai et al., 2023; McGlynn et al., 2019). UHI dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain morfologi kota yang padat secara horizontal ditambah dengan aktivitas antropogenik yang tinggi, iklim lokal tropis dengan kelembaban tinggi, dan kurangnya ruang terbuka hijau sebagai kontrol lingkungan (Rizki et al., 2024; Zhang et al., 2023).

Beruntung bagi keluarga yang memiliki rejeki lebih, mitigasi suhu tinggi ini bisa dilakukan dengan memasang AC. Sedangkan komunitas dengan pendapatan rendah? Mau tak mau, seringkali mereka tetap tinggal di kawasan padat penduduk dan kurang sirkulasi udara, yang membuat kawasan seperti ini rawan akan bahaya serangan panas (heat stroke).

Kolaborasi untuk Kualitas Hidup di Era Perubahan Iklim

Sebagai respon akan isu ini, Center of Southeast Asian Study Kyoto University bersama Operations for Habitat Studies dan Centre for Climate and Urban Resilience (CeCUR), UNTAG Surabaya yang didukung oleh Daikin Industry mengorganisir diskusi yang dibungkus dalam the 48th Southeast Asia Seminar Co-creation of New Urban Living: Advancing Quality of Life in the Climate Change Era. Seminar ini merupakan rangkaian dari penelitian bersama yang dilakukan dengan Daikin sejak tahun 2021. Salah satu tujuan kegiatan ini adalah untuk mengintegrasikan dan menerapkan usulan, gagasan, dan diskusi dari seminar. Termasuk menerjemahkannya untuk diimplementasikan secara praktis di masyarakat.

Acara yang diadakan pada (20-28/10/2024) ini diikuti oleh 20 peserta dari negara-negara di Asia Tenggara. Perwakilan JAWI, melalui Tungga Dewi menjadi salah satu yang diberi kesempatan untuk turut berpartisipasi.  Menurut Tungga, yang menarik dari seminar ini adalah keberagaman latar belakang peserta serta kesempatan untuk bekerja dalam kelompok kecil guna menyusun proposal proyek sederhana yang dapat diimplementasikan berdasarkan masalah nyata terkait isu iklim.

Seminar ini diadakan di dua kota besar yaitu Jakarta dan Surabaya. Tujuannya agar peserta memahami konteks permasalahan UHI di wilayah perkampungan pada setiap kota. Tentunya, setiap wilayah akan membawa permasalahan masing-masing. Seperti halnya di Jakarta, para peserta diajak menggali refleksi dari pembangunan Kampung Akuarium. Kampung tersebut adalah lokasi yang pernah mengalami pembersihan lahan, namun masyarakat bersama dengan Rujak Center of Urban Studies saling bahu-membahu untuk mengembangkan desain kampung susun. Uniknya adalah tidak seperti kebanyakan rumah susun yang dibangun tanpa melibatkan aspirasi masyarakat, kampung Susun Akuarium benar-benar didesain bersama masyarakat, termasuk hal-hal detail seperti bahan bangunan, warna, tata letak, konsep ruang bersama, bahkan hingga pengelolaan organisasi komunal seperti RT dan koperasi. Semuanya digagas bersama masyarakat.

Kunjungan ke kampung Susun Jakarta. Ibu Elisa sebagai Direktur Rujak Center of Urban Studies menjelaskan sejarah pembangunan Kampung Susun Akuarium.

Lanjut ke kota selanjutnya yakni Surabaya. Peserta diajak mengunjungi kampung yang terletak di jantung kota di sekitar Jalan Tunjungan sebagai sentra wisata, bisnis, dan administrasi. Kampung-kampung yang kami kunjungi baik di Jakarta maupun Surabaya menceritakan narasi khas bahwa bagaimanapun urbanisasi berjalan, kampung adalah salah satu identitas kota yang tidak dapat dikesampingkan.

Tidak hanya kunjungan ke kampung, seminar juga diisi dengan pematerian kelas dan ditutup dengan presentasi yang dihadiri oleh perwakilan dari kampung, pemerintah kota Surabaya dan instansi terkait seperti Dinas Kebudayaan, Dinas Lingkungan Hidup, serta akademisi. Kegiatan pematerian meliputi desain arsitektur, tata kota, dan energi ramah lingkungan yang dapat mendukung penciptaan hunian dengan fungsi melindungi dari hawa panas.

Dalam mitigasi panas dikenal dua istilah yaitu active cooling dan passive cooling. Active cooling adalah pendinginan yang melibatkan sistem aktif, yaitu listrik. Contohnya seperti kipas angin dan AC. Sedangkan passive cooling diartikan sebagai sistem yang mengandalkan desain alami atau material khusus untuk menghilangkan panas tanpa menggunakan energi tambahan, seperti desain ventilasi, konduksi termal, dan penyediaan teduhan.

Suasana pematerian kelas di Surabaya

Pencarian inspirasi dari Kampung ke Kampung

Kehidupan di kampung menjadi dasar dalam pembuatan proposal pada tiap kelompok. Jika ditotal, kira-kira terdapat 10 kampung yang telah peserta kunjungi, baik di Jakarta maupun Surabaya. Namun dikarenakan terbatasnya waktu untuk mengenal lebih lanjut kampung di Jakarta, studi kasus dipusatkan di kampung di Surabaya. Dalam kunjungan kampung, peserta difokuskan juga untuk melihat bagaimana sistem mitigasi panas yang sudah ada dan inisiatif apa yang dapat diterapkan untuk memaksimalkan penggunaannya.

Hijauan yang tumbuh dari rangka sederhanya yang dibuat oleh warga sebagai peneduh. Passive cooling ini tidak hanya berfungsi sebagai kanopi namun juga tergantung dengan jenis tumbuhan yang ditanam, dapat dimanfaatkan lebih lanjut, contohnya anggur. Pemaksimalan ruang vertikal di dinding dapat dimanfaatkan sebagai taman dengan berbagai pot yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan estetik. Tanaman yang ditanam juga berfungsi sebagai kebun TOGA (tanaman obat keluarga) dan bahan makanan.

Proposal mitigasi UHI yang disusun dapat berbasis bidang apapun, mulai dari teknik arsitektur, perencanaan regional, rekomendasi kebijakan, pemberdayaan masyarakat dan seterusnya. Harapannya, proposal ini dapat mengintegrasikan sistem pendingin terbaik yang dapat diterapkan di kampung untuk menciptakan gaya hidup yang lebih nyaman.

Pada hari-hari terakhir menjelang presentasi akhir, peserta diberi kesempatan untuk berkeliling kampung dan berinteraksi dengan masyarakat mengenai permasalahan yang dihadapi warga, khususnya terkait dengan udara panas dan budaya hidup di kawasan kampung. Tentu, kesempatan ini juga menjadi wadah untuk  saling memberi timbal balik akan solusi yang telah dirancang oleh peserta. Konsep bangunan berkelanjutan dari sisi arsitektural yang dikolaborasikan dengan energi ramah lingkungan harus didukung dengan perancangan tata kota yang matang dan memperhitungkan nilai kawasan tinggi ekologis, bernilai budaya, juga untuk menekan konflik sosial seminimal mungkin. Kolaborasi juga dibutuhkan dari segi akademik dan kesehatan, khususnya kajian kebijakan yang tepat sasaran. Untungnya semua sudut pandang tersebut dapat ditemukan dalam seminar ini, membuat presentasi hasil menjadi ruang diskusi yang menarik!

Kunjungan kelompok ke Kampung Tambak Bayan. Kampung ini merupakan salah satu studi kasus yang dipilih dalam pengembangan tugas kelompok.
Pohon trembesi di taman parkir Kampung Tambak Bayan. Pohon ini bermanfaat sebagai passive cooling untuk peneduh ruang bersama. Selain itu, juga penting untuk konservasi tanah air, dan mikro habitat bagi burung urban.

Presentasi akhir dikemas dengan berbagai cara kreatif, mulai dari drama, booklet, zine, hingga peragaan prototipe yang diusulkan. Hasil dari seminar adalah paper individual dan kelompok yang dapat ditemukan pada website Southeast Asia Seminar https://kyoto.cseas.kyoto-u.ac.jp/seas48/.

 

 

Referensi

Arif, A. (2024, October 30). Behind Indonesia’s Hottest Daily Temperature Record in October 2024 – Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/english/2024/10/30/en-di-balik-rekor-suhu-harian-terpanas-indonesia-pada-oktober-2024

Cabon, V., Quénol, H., Dubreuil, V., Ridel, A., & Bergerot, B. (2024). Urban Heat Island and Reduced Habitat Complexity Explain Spider Community Composition by Excluding Large and Heat-Sensitive Species. Land, 13(1). https://doi.org/10.3390/land13010083

Cai, Z., La Sorte, F. A., Chen, Y., & Wu, J. (2023). The surface urban heat island effect decreases bird diversity in Chinese cities. Science of the Total Environment, 902. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2023.166200

McGlynn, T. P., Meineke, E. K., Bahlai, C. A., Li, E., Hartop, E. A., Adams, B. J., & Brown, B. V. (2019). Temperature accounts for the biodiversity of a hyperdiverse group of insects in urban Los Angeles. Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences, 286(1912). https://doi.org/10.1098/rspb.2019.1818

Rizki, A. R., Tumuyu, S. S., & Rushayati, S. B. (2024). The Impact of Urban Green Space on The Urban Heat Island Phenomenon – A Study Case in East Jakarta, Indonesia. Geoplanning, 11(1), 31–42. https://doi.org/10.14710/geoplanning.11.1.31-42

Siswanto, S., Nuryanto, D. E., Ferdiansyah, M. R., Prastiwi, A. D., Dewi, O. C., Gamal, A., & Dimyati, M. (2023). Spatio-temporal characteristics of urban heat Island of Jakarta metropolitan. Remote Sensing Applications: Society and Environment, 32. https://doi.org/10.1016/j.rsase.2023.101062

Zhang, W., Li, Y., Zheng, C., & Zhu, Y. (2023). Surface urban heat island effect and its driving factors for all the cities in China: Based on a new batch processing method. Ecological Indicators, 146. https://doi.org/10.1016/j.ecolind.2022.109818

 


Comment