Seberapa Bahaya Bisa dari Ular Pucuk bagi Manusia?

February 28, 2025

Page Banner

Ular pucuk (Ahaetulla prasina) menjadi salah satu jenis ular yang sering dijumpai di Indonesia. Biasanya, memiliki warna hijau dengan bentuk kepala yang khas menjadikan jenis ini mudah ditemukan di cabang-cabang pohon. Lantas, apakah sebenarnya ular ini berbisa dan berbahaya bagi kita? 

Yuk, simak informasinya di bawah!

Ular pucuk atau yang disebut juga ular gadung memiliki persebaran wilayah meliputi seluruh Asia Tenggara, India, Bangladesh, Bhutan, dan Cina. Umumnya ular yang termasuk famili Colubridae ini ditemukan di kawasan hutan, area pedesaan, dan area dekat aliran air. Bahkan kita juga bisa bertemu ular ini di area kebun, pagar, semak-semak, taman, hingga pinggir jalan. Kira-kira, kita masih bisa berjumpa ular ini pada lokasi dengan ketinggian 0-1380 mdpl.

Ular pucuk yang masih muda dan berwarna coklat yang ditemukan di Wisdom Park UGM (Foto: Anandio Januar/Magang JAWI)

Di Hutan Kemuning, Kabupaten Temanggung, ular pucuk juga sempat ditemukan ketika sedang melakukan monitoring rutin herpetofauna. Suatu hari, tepat di pukul 11 malam dengan kondisi langit yang gerimis, tim monitoring herpetofauna baru saja menyelesaikan susur sungai dan ingin kembali ke penginapan. Tim berjalan perlahan sambil terus memegang senter sebagai penerang jalan, tiba-tiba di tengah jalan setapak yang bersampingan dengan aliran sungai kecil di sebelah kiri, terlihat kehadiran seekor ular berwarna hijau. Rupanya ada seekor ular pucuk yang sedang bersantai di pucuk ranting semak-semak!

Ular ini hanya berdiam sebelum akhirnya tim monitoring herpetofauna mencoba mengambilnya menggunakan tongkat untuk mengidentifikasinya. Ular pucuk yang ditemukan malam itu memiliki ukuran lebih dari satu meter dengan warna sisiknya yang hijau. 

Pengalaman lain penulis juga didapat saat berada di kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) tepatnya di area Wisdom Park. Ular pucuk juga sempat ditemukan oleh tim Kelompok Studi KP3 Herpetofauna dan KSH Biogama ketika melakukan pengamatan malam di kawasan UGM. Ular pucuk yang ditemukan tergolong masih muda atau juvenile dengan warna sisik kuning. Ular ini ditemukan di tumpukan ranting-ranting tepat di sebelah jalan setapak yang biasa digunakan untuk berlari pagi. Ketika mencoba mengambilnya menggunakan tangan, ular pucuk muda ini terlihat begitu agresif dan berulang kali mencoba untuk mematuk dan menyerang. Ngeri!

Kenal Lebih Dekat Ular Pucuk

Ular pucuk memiliki ciri khas seperti badan yang ramping dan panjang dengan ekor sangat panjang dan tipis. Ukuran tubuhnya saat dewasa dapat mencapai 1,5-1,95 m. Bentuk kepalanya menyerupai segitiga dengan area leher yang lebih lebar dan meruncing ke arah moncongnya. Matanya berbentuk oval dengan pupil horizontal.

Penglihatan ular pucuk dianggap sebagai yang paling baik dibandingkan jenis ular lainnya dan memiliki keuntungan dapat melihat mangsanya melalui lekukan di moncongnya. Saking pintarnya, ular ini juga pandai berkamuflase dan akan mengendap-endap untuk mengincar mangsanya. 

Selain itu, ular pucuk termasuk ular yang berkembang biak dengan cara melahirkan. Anak yang dilahirkan dalam satu kali kelahiran berjumlah 4-10 anak. Warna dari ular pucuk ketika dewasa berwarna hijau dan saat masih kecil dapat berwarna coklat, abu-abu, dan kekuningan. Bagian perutnya memiliki warna lebih terang dari punggung dengan garis kuning atau putih yang menjadi pemisahnya.

Kanan: Ular pucuk saat masih kecil (Foto: https://www.thainationalparks.com/); Kiri: Ular pucuk dewasa (Foto FishingCat/iNaturalist)

Ular pucuk dikenal sebagai ular yang arboreal atau lebih sering menghabiskan aktivitas hariannya di beberapa bagian pohon. Ular ini lebih aktif di siang hari untuk mencari mangsa, sementara saat malam hari cenderung tidak aktif. Terkait mangsanya, ular ini biasa memangsa kadal, burung kecil, tikus, dan katak. Jika mendapat ancaman dari sekitarnya, ular pucuk akan memposisikan badannya seperti huruf ‘S’ dan membusungkan lehernya sebagai bentuk dari pertahanan.

Lalu, sebenarnya berbisa atau tidak, sih?

Keberadaan ular pucuk yang mudah ditemukan di area yang berdekatan dengan aktivitas manusia dapat menimbulkan rasa takut ketika menjumpainya. Kepalanya yang berbentuk menyerupai segitiga identik dengan ular berbisa dan sekilas mengingatkan dengan ular viper (Trimeresurus spp.) yang memiliki bisa tingkat tinggi, tentu membahayakan manusia. 

Akan tetapi, ular pucuk ternyata tidak terlalu membahayakan manusia. Ular pucuk memang memiliki bisa, tetapi tergolong ringan atau mildly venomous. Jika ular pucuk menggigit manusia, efek samping yang ditimbulkan seperti pembengkakan pada area bekas gigitan atau bisa menimbulkan rasa pedih dan gatal-gatal saja. Sebaliknya, bisa dari ular pucuk hanya ampuh untuk membunuh mangsa-mangsanya. Bisanya dapat membantu melumpuhkan mangsa yang ditemukan di bagian pepohonan dengan waktu yang cepat. 

Meskipun demikian, bukan berarti setiap kali berjumpa dengan ular pucuk dapat dipegang tanpa hati-hati. Sebaiknya tetap dilakukan langkah preventif seperti mengenali jenis-jenis ular lokal yang ada agar tidak salah identifikasi. Kemudian hindari memegang, mengancam, atau menyerang ular jika tidak diperlukan. Ketahuilah juga habitat favorit dan waktu aktif dari ular yang sering dijumpai di sekitar. Jika masuk ke area semak belukar atau hutan, pastikan juga menggunakan atribut lengkap yang dapat melindungi tubuh dari ancaman satwa liar dan lengkapi dengan tongkat atau snake hook sebagai langkah menghindari ancaman dari ular.

 

Ditulis oleh: Anandio Januar (Staf Magang JAWI)

 

 

 

Referensi:

Lalhriatzuali, J. E. N. N. Y. (2022). Study on the status of Ahaetulla prasina (Boie, 1827) population in Mizoram, India (Reptilia: Serpentes: Colubridae) (Doctoral dissertation, Master’s Thesis, Mizoram University, Mizoram, India).

Mazumdar, K., & Dey, M. (2010). Rescue of Short nosed vine snake Ahaetulla prasina (Shaw, 1802) in Assam University Campus, Silchar, Assam. ZOOS’PRINT: 25(2).

O’shea, M. (2024). The book of snakes: a life-size guide to six hundred species from around the world. In The Book of Snakes. University of Chicago Press.

Priambodo, B., Rohman, F., & Akhsani, F. (2021). Snake foraging behaviour on the water source ecosystems within Malang, East Java. In AIP Conference Proceedings (Vol. 2353, No. 1). AIP Publishing.

Thy, N., Nguyen, T.Q., Golynsky, E., Demegillo, A., Diesmos, A.C., Gonzalez, J.C. & Delima, E.M. (2021). Ahaetulla prasina. The IUCN Red List of Threatened Species 2021: e.T176329A123302214. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2021-3.RLTS.T176329A123302214.en 

World Health Organization. (2016). Guidelines for the management of snakebites. India: World Health Organization.


Comment